🏓 Apa Yang Dimaksud Dengan Kekuatan Integrasi Secara Politik
MenghadirkanMuhammad Farhan yang kini menjadi Anggota Komisi I DPR RI Periode 2019-2024. Dalam paparannya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu menjelaskan bahwa sejak era Reformasi, parlemen, khususnya Komisi I yang membidangi urusan luar negeri, diberikan peran yang begitu besar dalam politik luar negeri Indonesia.
4 Sistemlambang yang terbatas itu (A—Z: 26 huruf) mampu menghasilkan kata, bentukan kata, frasa, klausa, dan kalimat yan tidak terbatas dan sangat produktif. 5. Sistem lambang itu (fonemis) tidak sama dengan sistem lambang. 6. bahasa lain seperti sistem lambang bahasa Jepang (Lambang hirakana atau silabis) 7.
IntegrasiNasional sendiri bisa kita definisikan sebagai upaya untuk menyatukan banyak unsur dalam masyarakat mulai dari kebudayaan, sosial, politik, ataupun unsur lainnya untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan ideologi negara tesebut. Sederhanaya, intergrasi nasional juga bisa disebut sebagai upaya setiap warna negara untuk turut bahu
Penataanbaru sebatas pada kekuatan utama UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Sedangkan tentang rakyat sebagai kekuatan cadangan sama sekali belum dijabarkan. UU No. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi yang telah ada perlu disesuaikan kembali karena dasar yang digunakan sudah
DumpingDumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri. Manfaat Ekspor dan Impor Pertukaran ekspor dan impor mempunyai manfaat bagi negara pengekspor dan pengimpor. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.
Biasanyaorang menganggap bahwa militer terdiri dari “sekelompok atau beberapa kelompok orang bersenjata, terlatih, digaji dan diperintah oleh negara, dengan organisasi dan tugas yang tetap”, dan beranggapan bahwa pemerintah yang sah mengontrol semua cara-cara kekerasan (termasuk polisi, keamanan, patroli perbatasan dan kekuatan-kekuatan yang
adalah (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara terminologis, De Vos mendefinisikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral).
Melaluilogika berpikir geopolitik ala Mackinder, kini regional Asia Pasifik merupakan kawasan poros sekaligus The Heartland yang baru bagi pertarungan kepentingan-kepentingan global. Dalam hal ini, sejak berakhirnya Perang Dingin, kawasan tersebut telah memperlihatkan kemajuan-kemajuan berarti dalam pembangunan ekonomi.
selamaperiode Hindu Budha kekuatan besar nusantara yang memiliki kekuatan integrasi secara politik sejauh ini dihubungkan dengan ke besaran Kerajaan Sriwijaya Singasari dan
. Jakarta - Keberagaman di Indonesia menimbulkan segudang perbedaan dalam bermasyarakat. Maka integrasi nasional diperlukan guna menyatukan perbedaan dan meminimalisir potensi konflik dalam negara. Salah satunya yaitu dengan menerapkan integrasi nasional secara politis, apa itu?Istilah integrasi nasional merupakan gabungan dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, integrasi diartikan sebagai pembauran sampai menjadi satu kesatuan yang utuh, dan nasional artinya Amerika Serikat yang juga seorang akademisi, Howard Wriggins mendefinisikan integrasi nasional sebagai penyatuan beberapa bagian berbeda dari suatu masyarakat menjadi kesatuan yang jika dikaitkan dengan konsep politis? Berikut Integrasi Nasional secara PolitisMengutip dari Modul Kuliah Kewarganegaraan Integrasi Nasional oleh I Putu Ari Astawa 2017, integrasi nasional memiliki dua pengertian yaitu integrasi nasional secara politis dan dasarnya konsep integrasi nasional secara politis berarti penyatuan atau pembauran dari sejumlah kelompok sosial dan budaya pada kesatuan wilayah nasional untuk membentuk suatu identitas integrasi nasional secara antropologis memiliki arti suatu proses penyesuaian antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu kesatuan fungsi dalam perbedaan integrasi nasional secara politis dan antropologis terlihat dari proses penyatuan dan politis, integrasi nasional dilakukan secara menyeluruh dengan ruang lingkup luas. Adapun integrasi nasional secara antropologis hanya berdasarkan faktor budaya dengan ruang lingkup terbatas di suatu Penerapan Integrasi NasionalContoh integrasi nasional secara politis yaitu keberagaman budaya, suku, ras, agama di tengah masyarakat. Meski banyak perbedaan, berbagai etnis yang tinggal di satu pulau saling berbaur dan menghormati nasional dapat dikatakan berhasil apabila anggota masyarakat mampu bersama-sama mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sosial. Selain itu tercipta konsensus terkait nilai sosial dan norma yang dilestarikan dan menjadi penyatuan nasional secara politis dilakukan lewat kepemimpinan yang dipilih secara demokratis. Integrasi nasional secara politis dinilai penting dalam menjaga keutuhan NKRI sehingga dilindungi oleh hukum. Simak Video "Curhat Tompi Tolak Mentah Masuk Partai Politik" [GambasVideo 20detik] pal/pal
Saat melibatkan kekuasaan, segala sesuatu pasti akan berhubungan langsung dengan sistem politik. Namun, alih-alih berbicara mengenai sistem politik, apa sebetulnya yang dimaksud dengan politik itu sendiri? Apakah hanya norma-norma tertentu untuk meraih simpati masyarakat agar mendapatkan kekuasaan? Lagi pula, untuk mempelajari sistem politik dan unsurnya yang berupa suprastuktur dan infrastruktur, tentunya kita harus mengetahui makna dari politik terlebih dahulu. Oleh karena itu, berikut adalah pemaparan hakikat dari sistem dan politik itu sendiri yang akan menunjang pemahaman kita pada suprastruktur dan infrastrukturnya sendiri. Pengertian Sistem Politik Menurut Pamudji dalam Tim kemdikbud, 2017, hlm. 76 sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh. Sementara itu menurut Rusadi Kantaprawira Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 76 sistem diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur atau elemen. Unsur, komponen atau bagian yang banyak tersebut berada dalam keterikatan yang kait-mengait dan fungsional. Dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kesatuan dari unsur-unsur pembentuknya baik yang berupa input masukan ataupun output hasil yang terdapat dalam lingkungan dan di antara unsur-unsur tersebut terjalin suatu hubungan yang fungsional. Selanjutnya, secara etimologis kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis yang berarti “kota yang berstatus negara kota”. Dalam bahasa Arab, istilah politik diartikan sebagai siyasah yang berarti “strategi”. Selanjutnya, beberapa ahli dalam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 77 mendefinisikan pengertian sistem politik adalah sebagai berikut. David Easton, menyatakan bahwa sistem politik merupakan seperangkat interaksi yang diabstraksi dari seluruh perilaku sosial, melalui nilai-nilai yang dialokasikan secara otoritatif kepada masyarakat. Robert A. Dahl menyimpulkan bahwa sistem politik mencakup dua hal yaitu pola yang tetap dari hubungan antarmanusia, kemudian melibatkan seseuatu yang luas tentang kekuasaan, aturan dan kewenangan. Jack C. Plano, mengartikan sistem politik sebagai pola hubungan masyarakat yang dibentuk berdasarkan keputusan-keputusan yang sah dan dilaksanakan dalam lingkungan masyarakat tersebut. Rusadi Kantaprawira, berpendapat bahwa sistem politik merupakan berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit dan kesatuan yang berupa negara atau masyarakat. Dari berbagai rumusan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah keseluruhan kegiatan politik di dalam negara atau masyarakat yang mana kegiatan tersebut berupa proses alokasi nilai-nilai dasar kepada masyarakat dan menunjukkan pola hubungan yang fungsional di antara kegiatan-kegiatan politik tersebut. Ciri Sistem Politik Sistem politik menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu untuk masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah membuat keputusan-keputusan kebijakan yang mengikat alokasi dari nilai-nilai baik yang bersifat materi maupun non-materi. Keputusan-keputusan kebijakan ini diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan masyarakat. Sistem politik menghasilkan output atau keluaran berupa kebijakan-kebijakan negara yang bersifat mengikat kepada seluruh masyarakat negara. Artinya, melalui sistem politik aspirasi masyarakat yang berupa tuntutan dan dukungan cerminan tujuan masyarakat dirumuskan lalu dilaksanakan oleh kebijakan-kebijakan negara tersebut. Oleh karena itu sistem politik berbeda dengan sistem-sistem sosial yang lainnya. Tepatnya, menurut Tim Kemdikbud 2017, hlm. 78 terdapat empat ciri khas dari sistem politik yang membedakan dengan sistem sosial yang lain, meliputi Daya jangkaunya universal, meliputi semua anggota masyarakat; Adanya kontrol yang bersifat mutlak terhadap pemakaian kekerasan fisik; Hak membuat keputusan-keputusan yang mengikat dan diterima secara suka rela; Keputusannya bersifat otoritatif, artinya mempunyai kekuatan legalitas dan kerelaan yang besar. Dengan demikian, sistem politik yang berjalan tidak akan terlepas dari keseluruhan unsur-unsur penyokongnya. Maksudnya, dalam menjalankan sistem politik dalam suatu negara diperlukan struktur lembaga negara yang dapat menunjang jalannya pemerintahan. Struktur politik merupakan cara untuk melembagakan hubungan antara komponenkomponen yang membentuk bangunan politik suatu negara supaya terjadi hubungan yang fungsional. Struktur politik suatu negara terdiri atas kekuatan suprastruktur dan infrastruktur. Apa yang dimaksud dengan suprastruktur dan infrastruktur? Mudahnya, suptrastruktur politik adalah berbagai lembaga atau instansi yang menjalankan sistem politik dari dalam pemerintahan, sementara infrastruktur politik adalah lembaga-lembaga non-pemerintah yang ikut menjalankan dan memelihara sistem politik. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan mendalam mengenai kedua unsur penunjang sistem politik di Indonesia, yakni suprastruktur dan infrastruktur sistem politik Indonesia. Suprastruktur politik adalah gambaran pemerintah dalam arti luas yang terdiri atas lembaga-lembaga negara yang tugas dan peranannya diatur dalam konstitusi negara atau peraturan perundang-undangan lainnya Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 78. Dengan kata lain, suprastruktur politik juga dapat diartikan sebagai mesin politik resmi di suatu negara dan merupakan penggerak politik yang bersifat formal. Bentuknya adalah Lembaga-lembaga yang telah diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dsb. Lembaga-lembaga tersebut akan membuat berbagai keputusan yang berkaitan langsung dengan kepentingan umum masyarakat Indonesia. Infrastruktur Politik Infrastruktur politik adalah kelompok-kelompok kekuatan politik dalam masyarakat yang turut berpartisipasi secara aktif menjadi pelaku politik tidak formal untuk turut serta dalam membentuk kebijaksanaan Negara Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 79. Infrastruktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan dalam bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkaitan dengan proses pemerintahan negara. Pada dasarnya organisasi-organisasi yang tidak termasuk dalam birokrasi pemerintahan merupakan kekuatan infrastruktur politik. Artinya, setiap organisasi non-pemerintah termasuk kekuatan infrastruktur politik. Di Indonesia banyak sekali organisasi atau kelompok yang menjadi kekuatan infrastruktur politik, beberapa di antaranya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kekuatan sebagai berikut. Partai Politik Partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 79. Pendirian partai politik biasanya didorong oleh adanya persamaan kepentingan, persamaan cita-cita politik, persamaan keyakinan keagamaan, atau visi dan misi tertentu untuk memperjuangkan kepentingan bangsa. Partai politik akan berpartisipasi untuk memajukan dan mencalonkan kader-kadernya untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa lewat pemilihan umum. Kelompok Kepentingan Interest Group Kelompok kepentingan adalah kelompok yang mempunyai kepentingan terhadap kebijakan politik Negara Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 79. Kelompok kepentingan bisa menghimpun atau mengeluarkan dana dan tenaganya untuk melaksanakan tindakan politik yang biasanya berada di luar tugas partai politik. Biasanya kelompok ini bergandengan erat dengan salah satu partai politik dan keberadaannya bersifat independen mandiri. Untuk mewujudkan tujuannya, tidak menutup kemungkinan kelompok kepentingan dapat melakukan negosiasi dan mencari dukungan kepada masyarakat perseorangan ataupun kelompok masyarakat. Contoh dari kelompok kepentingan adalah elite politik, pembayar pajak, serikat dagang, lembaga swadaya masyarakat LSM, serikat buruh, dsb. Kelompok Penekan Pressure Group Kelompok penekan adalah kelompok yang bertujuan mengupayakan atau memperjuangkan keputusan politik yang berupa undang-undang atau kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah sesuai dengan kepentingan dan keinginan kelompok mereka. Biasanya, kelompok ini tampil ke depan dengan berbagai cara untuk menciptakan pendapat umum yang mendukung keinginan kelompok mereka. Caranya dapat melalui berdemonstrasi, melakukan aksi mogok, dsb. Media Komunikasi Politik Media komunikasi politik, seperti namanya adalah alat komunikasi politik dalam proses penyampaian informasi dan pendapat politik secara tidak langsung, baik terhadap pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Sarana media komunikasi ini antara lain adalah media cetak seperti koran, majalah, buletin, brosur, tabloid, dsb. Media ini juga dapat berupa media elektronik seperti televisi, radio, internet, dsb. Media komunikasi politik diharapkan mampu mengolah, mengedarkan informasi bahkan mencari aspirasi/pendapat sebagai berita politik yang objektif dan mampu memberikan gambaran objektif mengenai berbagai hal yang diangkat atau diperjuangkan oleh infrastruktur politik kepada masyarakat luas. Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas X. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, merangkum faktor penghambat dan penguat integrasi politik menurut Nazaruddin Sjamsuddin dalam bukunya yang berjudul Integrasi Politik di Indonesia Dalam buku Integrasi Politik di Indonesia ini Nazaruddin Sjamsuddin menguraikan mengenai penyebab dari masalah integrasi politik yang menimpa Indonesia pada era 1950-an. Di mana pada saat itu ada berbagai gerakan di daerah-daerah seperti Aceh, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan ataupun Papua yang melakukan pemberontakan terhadap Indonesia. Nazaruddin berupaya mengemukakan analisis yang berbeda dibandingkan peneliti-peneliti lainnya untuk melihat gerakan-gerakan di daerah yang berupaya untuk melepaskan diri dari Indonesia. Sebelum lebih jauh menguraikan mengenai permasalahan integrasi politik di dalam Indonesia, Nazaruddin menguraikan mengenai pengertian integrasi politik yang digunakannya di dalam buku ini. James J. Coleman dan Carl G. Roseberg melihat integrasi politik sebagai bagian dari integrasi nasional yang memiliki dua dimensi yakni vertikal elit-massa dan horizontal atau teritorial. Menurut ilmuwan ini, integrasi politik bersifat vertikal, yang bertujuan untuk menjembatani perbedaan yang mungkin ada antara elit dan massa. Adapun integrasi horizontal bertujuan untuk mengurangi ketegangan akibat rasa keaderahan sehingga tercipta masyarakat politik yang homogen. Sementara sebagian dari ilmuwan lain melihat integrasi nasional memiliki arti yang sama dengan integrasi teritorial seperti yang dikemukakan Coleman dan Rosberg. Akan tetapi Claude Ake menolak istilah integrasi nasional dan lebih memilih integrasi politik. Senada dengan Ake, Nazaruddin juga lebih cenderung terhadap istilah integrasi politik, sebab menurutnya integrasi politik tidak hanya sebatas hubungan mempersatukan antara elit dengan massa saja. Secara definisi, menurut Nazaruddin integrasi politik merupakan suatu proses integrasi yang mengandung bobot politik dan karenanya prosesnya bersifat politik. Integrasi politik bisa mencakup bidang vertikal maupun horizontal. Sehingga integrasi politik melibatkan dua hal, pertama, membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan negara. Dalam hal ini rakyat mengakui dan mematuhi hak-hak yang dimiliki oleh negara. Kedua, bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur tingkah laku politik anggota masyarakat. Merujuk pada Weiner, terdapat dua strategi yang dapat ditempuh untuk mengatasi kedua masalah tersebut, yakni asimilasi dan persatuan dalam keanekaragaman di Indonesia dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika. Asimilasi adalah dijadikannya kebudayaan suku yang dominan di sebuah negara sebagai kebudayaan nasional. Sedangkan bhineka tunggal ika menyiratkan bahwa pembentukan kesetiaan nasional tidak menghilangkan kebudayan kelompok minoritas. Selain itu, kematangan budaya politik sebuah bangsa merupakan seuatu prakondisi penting bagi terbentuknya integritas politik sebuah bangsa. Jika merujuk pada Almond dan Verba, kematangan suatu budaya politik sangat berkesesuaian dengan struktur politik dan kebudayaan. Berbagai teori mengenai integrasi politik di atas menurut Nazaruddin sangat berguna untuk menganalisis permasalahan integrasi politik yang dialami Indonesia pada tahun 1950-an. Dari sejarah pembentukan Indonesia bisa dibilang yang mempersatukan sebuah daerah dengan daerah yang lain di Indonesia adalah adanya persamaan dijajah oleh Belanda. Sehingga sebagai sebuah negara yang multi etnis, di awal-awal tahun pertamanya, secara budaya politik Indonesia memang belum matang. Rakyat belum mampu menerima struktur politik yang baru terbentuk, sementara mereka masih berada di bawah pengaruh nilai-nilai tradisional mereka. Dengan menggunakan konsep Coleman dan Rosberg mengenai integrasi vertikal dan horizontal, Liddle mengidentifikasikan dua jenis halangan integrasi yang dihadapi oleh negeri ini. Pertama, pembelahan horizontal akibat perbedaan suku, ras, agama dan geografi. Secara kesukuan misalnya, Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa. Dalam hal agama, penduduk Indonesia juga memiliki keragaman agama. Kedua, hambatan yang bersifat vertikal yakni perbedaan antara elit dan massa. Kaum elit di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dari kaum massa dengan gaya hidup ini akan mengakibat terciptanya jurang komunikasi, baik dalam hal perbedaan kepentingan ataupun perbedaan pola berfikir. Meski potensi perpecahan secara horizontal dan vertika telah ada sejak lama di Indonesia, namun adanya perasaan senasib’ dan ingin memiliki masa depan yang sama telah menumbuhkan nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. Sehingga kemudian dengan nasionalisme itulah rakyat Indonesia mampu bersatu di bawah naungan bendera merah putih. Akan tetapi setelah Indonesia terbentuk, kembali muncul semangat kedaerahan. Sehingga bisa dikatakan nasionalisme dan patriotisme hanya mampu mengusir penjajah namun tidak mampu untuk mengintegrasikan Indonesia. Ada berbagai perspektif ilmuwan yang mencoba menganalisis keadaan yang mengancam integrasi politik di Indonesia pada tahun 1950-an yang diuraikan oleh Nazaruddin dalam bukunya. Jika merujuk pada Nawawi, ia melihat bahwa kesukuan dan stagnasi dan diperparah oleh dampak penjajahan merupakan akar dari regionalism yang terjadi di Ambon. Sedangkan Herbert Feith melihat bahwa kurangnya integrasi ini kaena dua budaya politik yakni aristokrasi jawa dan kewiraswastaan Islam, yakni adanya benturan antara ideologi-ideologi Pancasila dan Islam. Sedangkan Hans O. Schmit melihat sumber konflik dikarenakan perbedaan kepentingan ekonomi Jawa dan luar Jawa. Sedangkan Nazaruddin sendiri melihat meski memiliki teori-teori yang dikemukakan oleh sejumlah peneliti tersebut memiliki keunggulan, namun kesemua teori tersebut tidak mampu menggambarkan penyebab kemunculan konflik-konflik politik di Indonesia. Teori-teori tersebut hanya cocok untuk sebuah daerah namun tidak mampu menggambarkan daerah yang lain. Oleh karenanya, Nazaruddin mengemukakan tesis-nya sendiri untuk menguraikan permasalahan integrasi politik di Indonesia. Menurutnya ada tiga hal yang perlu dilihat untuk memahami masalah integrasi di Indonesia. Pertama, masalah integrasi politik timbul sebagai konsekuensi dari dimobilisasinya sebagian besar rakyat dan penyebaran senjata di dalam revolusi nasional. Sehingga kemudian meningkatnya komunikasi sosial antara kelompok-kelompok etnis tidak mampu meningkatkan kesadaran nasional. Bahkan memperkuat kesukuan dan kedaerahan. Nasionalisme kemudian tidak mampu menghilangkan prasangka di antara kelompok-kelompok etnis karena pertama, nasionalisme di dalam masyarakat yang majemuk cenderung untuk mempertegas pembelahan-pembelahan dan mempertentangkan antara satu suku dengan lainnya. Kedua, watak nasionalisme itu sendiri yang hanya melihat permasalahan kedudukan negara terhadap negara lain tanpa mampu menghadapi permasalahan kesukuan. Sedangkan permasalahan kedua dari integrasi politik di Indonesia adalah adanya sentralisasi birokrasi yang dijalankan kabinet 1950-an sehingga tidak mendorong integrasi, justru menambah kemarahan di beberapa daerah. Ini dapat dipahami karena di daerah mengalami kekurangan sumber daya yang memadai untuk mengurus birokrasi. Oleh karenanya pemerintah saat itu memakai kebijakan asimilasi ala Weigner meski slogan nasionalnya adalah Bhinneka Tunggal Ika. Adapun faktor ketiga adalah tidak adanya satu partai politik yang mampu mengintegrasikan kekuatan politik yang beraneka warna Herbert Feith membagi lima aliran politik Indonesia saat itu dimana tampak kelima aliran tersebut tidak terhubung satu dengan lainnya sehingga tidak mampu ada yang menjembatani ataupun mempersatukan kelima ideologi tersebut. Lihat lebih lengkap dalam buku Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Sebab dalam demokrasi partai politik memiliki dua peranan sekaligus yakni sbeagai penyalur konflik dan instrumen integrasi. Dari empat partai utama yang ada di tahun 1955 yakni Masyumi, NU, PKI dan PNI. Dari keempat partai tersebut, hanya Masyumi yang memiliki pengaruh hampir tersebar di seluruh nusantara. Sementara ketiga partai lainnya hanya memiliki basis di Jawa. Menurut Nazaruddin keberhasilan Masyumi dalam mendapatkan dukungan yang menyebar tersebut dikarenakan gabungan antara integrasi dengan apirasi etnis yang dilakukan partai tersebut. Sehingga dari pengalaman Masyumi dapat dilihat bahwa keberhasilan ideologi dalam integrasi lebih ampuh jika dipadukan dengan kemampuan menyerap asipirasi daerah. Secara umum Nazaruddin mengeksplorasi permasalahan integrasi yang dimiliki oleh Indonesia dengan sangat baik dan komprehensif. Tidak seperti pemikir lain yang hanya melihat konflik-konflik di Indonesia secara parsial, sehingga teorinya hanya mampu menjelaskan sejumlah kasus di Indonesia tanpa mampu menjelaskan kasus lainnya. Maka Nazaruddin mampu untuk melihat secara komprehensif permasalahan substansial yang sebenarnya dihadapi Indonesia dalaam konflik integrasi politik. Sehingga kemudian tesisnya tersebut mampu menjelaskan masalah ini secara keseluruhan. Akan tetapi terdapat pula kritik terhadap tulisan Nazaruddin. Dari segi pembahasan, Nazaruddin terlampau banyak melakukan pendahuluan dalam eksplorasi teori-teori yang hendak ia gunakan. Tetapi kemudian ketika dalam level analisis, hanya sedikit ulasan mengenai teori tersebut dalam menjelaskan analisis yang dikemukakannya. Selain itu terdapat kontradiktif antara pernyataannya dengan data yang ia kemukakan. Dalam hal ini ketika ia mengungkapkan bahwa salah satu masalah integrasi politik timbul di Indonesia karena tidak adanya partai politik yang mampu mengintegrasikan kekuatan politik yang aneka warna. Namun kemudian Nazaruddin menjabarkan mengenai kekuatan Masyumi yang mampu mendapat dukungan dari hampir seluruh wilayah nusantara. Inilah yang dimaksudkan dengan adanya kontradiksi tersebut. Seharusnya jika ingin memperkuat argumentasinya Nazaruddin memberikan penjabaran lebih lanjut bahwa meskipun Masyumi mendapatkan dukungan dari masyarakat luas, namun belum mampu mengintegrasikan politik di Indonesia. Adapun merujuk pada Indonesia di Orde Baru, untuk mengintegrasikan wilayah Indonesia, Soeharo mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sentralistis bahkan represif. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lebih cenderung untuk melakukan homogenisasi ketimbang mengakomodasi perbedaan. Salah satu bukti konkritnya adalah ketika diharuskannya pemakaian baju bagi suku Asmat di Papua, yang ternyata justru menimbulkan masalah. Meski demikian, kebijakan-kebijakan yang represif tersebut ternyata tidak mampu meredam konflik integrasi di Indonesia. Di sejumlah gerakan daerah masih melakukan perlawanan terhadap pemerintah pusat seperti GAM di Aceh ataupun OPM di di Papua. Baru di masa reformasi, pemerintah pusat mulai mengakomodasi keinginan daerah dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah. Dan terbukti bahwa integrasi politik justru menguat ketika pemerintah daerah mampu mengakomodasi keinginan di daerah. Namun tidak dipungkiri masih banyak kebijakan-kebijakan yang berbau homogenisasi dan tidak mengakomodasi kepentingan daerah. Salah satu contoh konkrit adalah kebijakan kurikulum pendidikan 2013 yang menghilangkan pelajaran muatan lokal yang bermanfaat untuk melestarikan pengetahuan mengenai kedaerahan. Tentu hal ini merupakan langkah mundur dalam menuju integrasi politik Indonesia. sumber gambar Hits 3130
apa yang dimaksud dengan kekuatan integrasi secara politik